SELAMAT DATANG DI BLOG EFFECTIVE LEARNING

Rabu, 28 Desember 2011

MODEL DESAIN PEMBELAJARAN Versi IDI (Instruksional Development Institute)

 
A.    MODEL IDI
Pengembangan instruksional model ID (Instruksional Development Institute) merupakan suatu hasil konsorsium antar perguruan tinggi di Amerika Serikat yang dikenal dengan Uniiversity Consorsium Instructional Development and Technology (UCIDT).[3]
Model IDI ini telah dikembangkan dan diuji-cobakan pada beberapa negara di Asia dan Eropa dan telah berhasil di 334 institusi pendidikan di Amerika. Sebagaimana halnya dengan model-model pengembangan instruksional lainnya, model ini juga menggunakan model pendekatan sistim yang meliputi tiga tahapan, yakni;
1)      Penentuan (define)
2)      Pengembangan (develop)
3)      Penilaian (evaluate)
B.     PENGERTIAN DESAIN INTRUKSIONAL DEVELOPMENT INSTITUTE
v  Suatu proses yang kompleks dan terpadu dari manusia,prosedur, ide,alat dan organisasi untuk mengelola usaha pemecahan masalah dalam situasi belajar dan terkontrol.
v  Pemecahan masalah pengajaran dengan pendekatan sistem berdasarkan konsepsi tehnologi intruksional yang merupakan bagian dari tehnologi pendidikan.
v  Pemecahan masalah berbentuk sistem intruksional yang lengkap,yang merupakan kombinasi dari komponen sistem intruksional yang sengaja dirancang dipilih dan digunakan secara terpadu[4].
Terdapat tiga alasan pengembangan model instruksional yang dilakukan dalam teknologi pendidikan, yaitu: pertama, sebagai alat untuk dikomunikasikan kepada calon peserta didik dan pihak lainnya; kedua, sebagai rancangan yang digunakan dalam pengelolaan pembelajaran; dan ketiga, model yang sederhana memudahkan untuk dikomunikasikan kepada calon peserta didik, serta model yang rinci akan memudahkan dalam pengelolaan dan pembuatan keputusan penggunaannya. Model instruksional yang generik memudahkan setiap pihak yang mengadopsinya untuk mengimplementasikan dalam berbagai macam setting. Apabila diklasifikasi model-model yang berkembang dapat digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu model mikro yang diantaranya dikembangkan oleh Banathy (1968), dan model makro yang dikembangkan the National Special Media Instritute (1971) yang disebut dengan the Instructional Development Institute (IDI). Model Bela H Banathy memiliki pendekatan terhadap peserta didik sebagai pusat sistem pembelajaran, dan modelnya ditujukan untuk kepentingan guru dalam mengelola kegiatan belajar. Model ini diadopsi dalam pengembangan sistem pembelajaran di Indonesia, dan disebut dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sedangkan model IDI bertujuan untuk membantu sekolah yang memiliki keterbatasan resources, adanya sejumlah guru yang memiliki dedikasi yang kuat dan ingin membantu peserta didik, dan mengharapkan untuk menemukan inovasi sebagai solusi yang efektif untuk memecahkan masalah belajar dan pembelajaran. Model IDI ini divalidasi oleh konsorsium empat perguruan tinggi: Michigan State University, Syracuse University, the United States International University, dan the University of Southern California. Model IDI ini memiliki keberhasilan yang sangat optimal dalam memecahkan pembelajaran peserta didik, dan para ahli mengakui bahwa model pembelajaran ini sebagai hasil rekayasa pembelajaran yang sangat matang.
Desain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan tekhnik mengajar dan materi pembelajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk didalamnya adalah pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi dan keggiatan mengevaluasi hasil belajar. Pendekatan sistim dalam pendidikan dapat mencakup beberapa daerah bidang garapan. Misalnya pendekatan sistem kurikulum, sistem pembelajaran, sistem implementasi, dan sebagainya. [5]
C.    ASUMSI DASAR YANG MELANDASI PERLUNYA DESAIN
Ø  Diarahkan untuk membantu proses belajar secara indifidual.
Ø  Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang .
Ø  Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal.
Ø  Didasarkan kepada pengetahuan tentang cara belajar manusia.
Ø  Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem.
D.    IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi maslah dimulai dengan Need Assesment seperti kita ketahui kebutuhan individu (anak didik dan keluarganya) dan kebutuhan masyarakat Pada prinsipnya neer Assesment berusaha menemukan perbedaan (discrepancy) antara apa yang ada sekarang dan apa yang idealnya yang diinginkan
 
 BAGAN IDENTIFIKASI MASALAH DALAM PROSES PEMBELAJARAN VERSI IDI
E.     PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL IDI
Model IDI, dikembangkan oleh University Consortium for Iinstructional development and Technology (UCIDT), pengembangan model IDI menerapkan prinsip-prinsip pendekatan sitem, yaitu penentuan ( define ), pengembangan ( develop ), dan evaluasi ( evaluate ). Ketiga tahapan ini dihubungkan dengan umpan balik ( feedback ) untuk mengadakan revisi. Perencanaan (desain) intruksional ini dimaksudkan untuk bisa dipergunakan di SD, SMP, SMA, SMK, maupun perguruan tinggi. Juga bisa diterapkan dari suatu kompetensi dasar, dan untuk suatu standar kompetensi yang akan melibatkan beberapa pengajar. Desain instruksional ini dirancang untuk menjawab tiga pertanyaan :
  1. Apa yang dikuasai (kompetensi dasar)
  2. Apa/bagaimana prosedur (indikator pencapaian hasil belajar), sumber-sumber belajar apa yang tepat untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan.
  3. Bagaimana kita tahu bahwa hasil belajar yang diharapkan telah tercapai (evaluasi)
Ada 3 tahapan dalam model IDI
1.      Tahap Penentuan (Define)
Identifikasi masalah dimulai dengan analisis kebutuhan atau disebut need Assesment. Need Assesment ini berusaha mencari perbedaan antara apa yang ada dan apa yang idealnya. Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu ditentukan prioritas mana yang lebih dahulu dan mana yang selanjutnya. ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan yaitu : Karakteristik siswa, Kondisi dan Sumber yang relevan
2.      Tahap Pengembangan ( Develop )
Identifikasi tujuan yaitu dengan menganalisis terlebih dahulu tujuan instruksional yang hendak dicapai, baik tujuan intruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objektives. TIK Merupakan penjabaran lebih rinci dari TIU.
TIK Diperlukan Karena :
  1. Membantu siswa dan guru untuk memahami apa yang diharapkan sebagai hasil dari kegiatan instruksional
  2. TIK merupakan building blocks dari pembelajaran yang diberikan
  3. TIK merupakan indikator tingkah laku yang harus dicapai oleh siswa sesuai dengan kegiatan instruksional  yang diberikan
Dalam menentukan metode pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain :
  Metode apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
  Bagaimana urutan bahan yang akan disajikan
  Bentuk instruksional apa yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dan kondisinya (ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas individu/kelompok, dan lain-lain)
3.      Tahap Penilaian (Evaluate)
  Setelah program instruksional disusun diadakan tes uji coba untuk menentukan kelemahan dan keunggulan, serta efisiensi dan keefektifan dari program yang dikembangkan.
Analisis hasil
Hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis terutama yang berkenaan dengan;
Ø  Apakah tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak kesalahannya?
Ø  Apakah metode atau teknik yang dipakai sudah cocok denganpencapaian tujuan-tujuan tersebut, mengingat karakteristik siswa yang telah diidentivikasi?
Ø  Apakah tidak ada kesalahan dalam pembuatan instrumen evaluasi?
Ø  Apakah sudah dievaluasi hal-hal yang seharusnya perlu dievaluasi?
Diposkan oleh kelompok Jainuddin
Anggota. Muslimin, Yahya Maman, Sri Ernawati

MODEL PERENCANAAN PEMBELAJARAN INSTRUKSIONAL VERSI BRIGGS


A. Pengertian model
“model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses ,seperti penilaian kebutuhan ,pemilihan media dan evaluasi”.(Briggs ,1978: 23)
Jadi,pengertian model instruksional adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan instruksional.
Hasil akhir dari pengembangan instruksional adalah suatu system instruksional ,yaitu materi dan strategi belajar mengajar yang di kembangkan secara empiris yang secara konsisten telah dapat mencapai tujuan instruksional tertentu.
Pengembangan instruksional ini terdiri dari seperangkat kegiatan yang meliputi perencanaaan ,pengembangan dan evaluasi terhadap system instruksional yang sedang di kembangkan tersebut sehingga setelah mengalami beberapa kali revisi, system instruksional tarsebut dapat memuaskan hati pengembangannya.
B. Model Pengembangan Instruksional Briggs
Pengembangan instuksional model briggs ini berorientasi pada rancangan system dengan sasaran guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupaun tim pengembang instruksional yang anggotanya meliputi guru, administrator ahli bidang studi, ahli evaluasi ,ahli media dan perancang instruksional .
Model pengembangan instruksional Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan antara a) tujuan yang akan di capai ,b) strategi untuk mencapainya ,dan c) evaluasi keberhasilannya ,yang dalam bahasa sehari –hari dapat di nyatakan dalam bentuk pertanyaan a)  mau kemana? , b) bilamana sampai tujuan?.
Dengan mengutip pendapat briggs (1977), berdasrkan 3 prinsip dasar pengembangan yang di pakai, urutan langkah kegiatan penembangan instruksional ,menurut Briggs ,adalah sebagai berikut :
Mau kemana? Meliputi :
 
1)      Identifikasi masalah/ tujuan
2)      Rumusan tujuan dalam perilaku belajar
3)      Penyusunan materi/ silabis
4)      Analisis tujuan
Dengan apa? Meliputi :
5)      Anlisis tujuan
6)      Jenjang belajar  dan strategi instruksional
7)      Rancangan instruksional (Guru)
8)      Strategi instuksional (tim peembangan instruksional)
Bilamana sampai tujuan ? meliputi :
9)      Penyusunan tes
10)  Evaluasi formatif
11)  Evaluasi sumatif
Jadi, pertanyaaan “mau kemana” terjawab bila tujuan belajar telah di rinci .Selanjutnya pertanyaan “dengan apa “ terjwab bila materi media dan kegiatan yang akan di ambil telah di tentukan .Kemudian pertanyaan “bila mana sampai” terjawab pula bila mana di pergunakan alat pengukur yang sesuai,yaitu memang secara khusus di rancang untuk keperluan itu tersebut.
 
Berdasarkan pendapat Briggs tersebut ,secara keseluruhan model pengembangan intruksional dari briggs ,terdiri dari langkah – langkah sebagai berikut :
          1)      Identifikasi kebutuhan / tujuan
           Dalam langkah ini Briggs menggunakan pendekatan betahap 4, yaitu :
           a)   mengidentifikasi tujuan kurikulum secara umum dan luas
,          b)  menentukan prioritas tujuan,
           c)  mengidentifikasi kebutuhan  kurikulum baru ,dan
           d) menentukan prioritas remedialnya.
2)      Penyusunan garis besar kurikulum / rincian tujuan kebutuhan instruksional yang telah di tuangkan dalam tujuan – tujuan kurikulum tersebut pengujiannya harus di rinci,  disusun dan di organisasi menjadi tujuan – tujuan yang lebih spesifik.
 3)       Perumusan tujuan
Sesudah tujuan kurikuler yang bersifat umum di tentukan dan diorganisasi menurut tujuan yang lebih khusus,tujuan ini sebaiknya di rumuskan dalam tingkah laku belajar yang dapat di ukur.Dianjurkan agar perumusan tujuan mengandung lima komponen :
-          Tindakan
-          Objek
-          Situasi
-          Alat dan batasan
-          Kemampuan.
 
4)      Analisis tugas/ tujuan
 Dalam langkah ini perlu di adakan analisis terhadap tiga hal ,yaitu :
a)      Proses informasi : untuk menentukan tata urutan pemikiran yang logis
b)      Klasifikasi belajar : untuk mengidentifikasi kondisi belajar yang di perlukan.
c)      Tugas belajar : untuk menentukan persyaratan belajar dan kegiatan belajar mengajar yang sesuai.
 
5)      Penyiapan evaluasi hasil belajar .
Penyusunan tes dilakukan pada tahap ini karena erat kaitannya dengan tujuan yang ingin di capai . Tes evaluasi harus sahih (valid), karena itu harus selaras (congruen) dengan tujuannya ,apakah itu di maksudkan untuk menilai perkembangannya (progress) seperti halnya mildtem test, tes diagnosis, seperti pre-test untuk melihat kemampuan awal dan menentukan usaha remedialnya bila di pandang perlu ,maupun tes akhir secara komprehensif.  
6) Menentukan jenjang blajar .
Menurut urutan yang telah di analisis pada nomor 4. Briggs mengklarifikasikan tahap ini dan tahap berikutnya (penentuan kegiatan belajar) dalam pengertian strategi kontruksionsal. Jenjang belajar menyusun kembali sakues belajar tesebut dalam urutan kegiatan belajar yang merupakan persyarat bagi kegiatan belajar yang lain ,dan mana yang urutannya dapat bebas pilih (optimal).  
7) penentuan kegiatan belajar
Penentuan strategi instruksional ini di tinjau dari dua segi , yaitu : a) dari segi guru sebagai perancang kegiatan instruksional , dan b) menurut tim pengembangan instruksional.
Kegiatan yang perlu di lakukan guru dalam pengembangan strategi instruksional ini meliputi : a) pemilihan media , b) perencanaan kegiatan belajar mengajar, dan c) pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, dan d) pelaksanaan evaluasi belajar .
Yang di lakukan oleh tim pengembangan instruksional ini terdiri dari kegiatan – kegiatan sebagai berikut : a) penentuan stimulus belajar yaitu stimulus apa yang paling sesuai untuk TIK tertentu(verbal,visual,demonstrasi,dan sebagainya), b) pemilihan media:  yang harus di lakukan dalam batas – batas contrain yang ada kemudian di pertimbangkan segi keefektifan dan keefisiennya . ,c) penentuan kondisi belajar : Dilakukan dalam mempertimbangkan factor internal seperti motivasi ,pengalaman belajar ,dan sebagainya .dan faktor ekstrnal yang berupa stimulus dari dosen,media ,dan materi.  Dalam penentuan strategi belajar,kondisi belajar ini dilihat dalam perspeksikegiatan belajar (meminta perhatian , memberi informasi tentang tujuan mengingatkan kembali,memberi contoh memberi petunjuk belajar ,merangsang kegiatan, memberi umpan balik, menilai kenerhasilan ,dan memberi gairah usaha penyarapan atau rentensi dan alih ilmu)dan kawasan hasil belajar di klarisifikasikan ke dalam 12 kawasan (diskriminasi , konsep,konkret, konsep verbal,aturan,pemecahan masalah, kemampuan kognitif, kemampuan sikap/ efektif, kemampuan keterampilan/ motoris ,kemampuan mengientifikasi , kemampuan asosiatif dan kemampuan mengorganisasi)  d) perumusan strategi belajar : merumuskan bagaimana kondisi belajar yang sudah di pilih pada langkah 10b di atas e) pengembangan media:  Dikembangkan berdasarkan analisis dan informal yang mendahului yang meliputi produksi program media, petunjuk belajar , dan evaluasi belajar yang telah di susun pada langkah nomor 5  f) evaluasi formatif : di lakukan untuk penyempurnaan butir – butir tes yang telah di susun pada langkah nomor 5 dan g) penyusunan pedoman pemanfaatan : untuk dapat membantu dosen bagaimana memanfaatkan system instruksional yang di kembangkan tersebut secara lengkap.
8) pemantauan bersama
Pada tahap pemantauan bersama ini di lakukan oleh guru sebagai perancang kegiatan instruksional dan tim pengembangan instruksional.
9)  evaluasi formatif
Efaluasi formatif ini untuk mumperoleh data dalam rangka revisi dan perbaikan materi bahan belajar .evaluasi formatif inidilakukan menurut tiga fase ,yaitu : a) uji coba satu – satu , b) uji coba pada kelompok kecil , dan c) uji coba lapangan dalam skla besar.
10) Evaluasi sumatif
Untuk menilai sistem  penyampaian secara keseluruhan pada akhir kegiatan . yang di nilai dalam evaluasi sumatif ini mencakup hasil belajar , tujuan instruksional dan prosedur yang dipilih.
 
diposkan oleh kelompok V Anggota : Najmah, Suryatin, Martin, kamiludin

Model Perencanaan Pembelajaran PPSI


A. Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
PPSI adalah sistem yang saling berkaitan dari satu instruksi yang terdiri atas urutan,desain tugas yang progresif bagi individu dalam belajar. (Hamzah B.Uno, 2007).Oemar Hamalik (2006) mendefinisikan PPSI sebagai pedoman yang disusun oleh guru dan berguna untuk menyusun satuan pelajaran.

B. Langkah-langkah Dari Pelaksaaan Model PPSI
a.      Merumuskan tujuan pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran khusus yang beruparumusan yang jelas dan operasional mengenai kemampuan atau kompetemsi yangdiharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
b.   Mengembangkan alat evaluasi, yaitu tes yang dilakukan yang fungsinya untuk menilaisejauh mana kemampuan siswa, pada model PPSI evaluasi dilakukan saat tujuan pembelajaran khusus telah ditetapkan.
c.    Menentukan kegiatan belajar mengajar, yaitu kegiatan yang akan dilakukan agar tujuan yang diinginkan tercapai, setelah kegiatan ditetapkan perlu dirumuskan pokok- pokok mteri yang akan diberikan, sesuai dengan kegiatan yang telah ditetapkan.
d.     Merencanakan program kegiatan belajar mengajar, titik tolaknya adalah suatu pelajaran yang diambil dari kurikulum yang telah ditetapkan jumlah jam/SKS-nya dandiberikan pada kelas dalam semester tertentu. Pendekatan dan metode harus sesuaitujuan dan materi yang telah ditetapkan, termasuk pelaksanaan evaluasi.
Pelaksanaan, langkah-langkah dalam pelaksanaan program ini adalah mengadakanPre-Test (tes awal), menyampaikan materi pelajaran, mengadakan Pos-Test (testakhir).
 
 C. Komponen-komponen dalam PPSI
Komponen-komponen yang terdapat dalam model PPSI adalah sebagai berikut :
  1. Pedoman perumusan tujuan Pedoman perumusan tujuan memberikan petunjuk bagi guru dalam merumuskan tujuan-tujuan khusus.Perumusan tujuan khusus itu berdasarkan pada pendalaman dan analisis terhadap pokok-pokok bahasan/ subpokok bahasan yang telah digariskan untuk mencapai tujuan instruksional dan tujuan kurikuler dalam GBPP. Seluruh usaha pendidikan masyarakat Indonesia berkaitan dengan jenis dan jenjang pendidikan formal, apa yang akan dicapai lewat bidang studi tertentu, apa yang akan dicapai dalam pembahasan tertentu, apa yang akandicapai dalam pembahasan topik pelajaran atau satuan bahasan tertentu.
  2. Pedoman prosedur pengembangan alat penilaian. Pedoman prosedur pengembangan alat penilaian memberikan petunjuk tentang prosedur penilaian yang akan ditempuh, tentang tes awal (pre test) dan tes akhir (post test),tentang jenis tes yang akan digunakan dan tentang rumusan soal-soal tes sebagai bagian darisatuan pelajaran. Tes yang digunakan dalam PPSI disebut criterion referenced test yaitu tesyang digunakan unuk mengukur efektifitas program/pelaksanaan pengajaran.
  3. Pedoman proses kegiatan belajar siswa Pedoman proses kegiatan belajar siswa merupakan petunjuk bagi guru untuk menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar siswa sesuai dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai dan tujuan khusus instruksional yang harus dicapai oleh para siswa.Dalam menentukan metode atau alat bantu pengajaran yang akan dipakai untuk mencapai tujuan (TIK), para guru dan calon guru dituntut:
a.      Menyadari bahwa TIK dan sifat bahan adalah dasar untuk menentukan metode danalat bantu pengajaran. 
b.         Guru menguasai berbagai metode secara fungsional misalnya metode ceramah,diskusi, dll.
c.      Mempertimbangkan fasilitas yang ada.
d.     Setiap pelaksanaan metode pengajaran harus mempertimbangkan kondisi situasi murid dan berusaha untuk aktivitas belajarnya.
e.      Apakah guru tersebut benar-benar mampu melaksanakan metode beserta alat bantu pengajaran yang dipilihnya.
4. Pedoman program kegiatan guruPedoman program kegiatan guru merupakan petunjuk-petunjuk bagi guru untuk merencanakan program kegiatan bimbingan sehingga para siswa melakukan kegiatan sesuai dengan rumusan TIK. Dalam hubungan ini guru perlu:
a. Merumuskan materi pelajaran secara terperinci Hal ini dimaksudkan agar guru mampu menjabarkan materi pelajaran secara:
1.     Jelas kegunaannya untuk mencapai TIK;
2.     Sesuai dengan pengalaman murid;
3.     Terjamin kebenaran ilmiahnya;
4.         Mampu mengikuti perkembangan ilmu tersebut;
5.     Representatif;
6.     Dan berguna bagi kehidupan murid sehari-hari. 

b. Memilih metode-metode yang tepatGuru menentukan lamanya waktu pelajaran berdasarkan keberagaman isi TIK dantingkat kesukaran materi pelajaran. Guru juga dituntut untuk mempertimbangkan jenismetode serta alatbantu pengajaran yang dipilih.
c. Menyusun jadwal secara terperinci.Sebelum melangkah ke pelaksanaan, satuan pelajaran sebagai persiapan tulis lengkapharus telah selesai disusun.
5. Pedoman pelaksanaan programPedoman pelaksanaan program merupakan petunjuk-petunjuk dari program yang telahdisusun.Petunjuk-petunjuk itu berkenaan dengan dimulainya pelaksanaan tes awal dilanjutkan dengan penyampaian materi pelajaran sampai pada dilaksanakannya penilaian hasil belajar. Langkah ini terdiri dari 3 macam kegiatan, ialah:
a.      Mengadakan pre-test Tes yang kita berikan pada siswa adalah tes yang disusun pada langkah kedua. Fungsi dari pre-test ini untuk menilai sampai di mana siswa telah menguasai keterampilan yang tercantum dalam TIK. 
b.     Penyampaian materi pelajaran Guru menyampaikan materi pelajaran kepada murid/guru membimbing murid untuk mendalami dan mengusai materi pelajaran.
c.      Mengadakan evaluasi Post-test yang telah disusun pada langkah kedua diberikan pada murid-murid setelahmereka mengikuti program pelajaran.·
1       Pre-test Bertujuan untuk menilai kemampuan murid yang tercantum dalam TIK.Sebelum mereka mengikuti program pengajaran (secara praktis pre-test untuk menilai kemampuanmurid mengenai penguasaan materi palajaran sebelum mereka dibimbing guru menguasaimateri pelajaran yang telah diprogramkan).·
2       Post-test Berfungsi untuk menilai kemampuan-kemampuan murid setelah pengajaran diberikan. Post-test digunakan untuk menilai efektifitas pengajaran.
6. Pedoman Perbaikan atau Revisi Pedoman perbaikan atau revisi yang merupakan pengembangan program setelahselesai dilaksanakan.Perbaikan dilakukan berdasarkan umpan balik yang diperoleh berdasarkan hasil penilaian akhir.
 
BAGAN MODEL PPSI













 
I Perumusan Tujuan
1. Bersifat operasional
2. Berbentuk hasil belajar
3. Berbentuk tingkah laku
4. Hanya ada satu tingkah laku




III Kegiatan Belajar
1.     Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan.
2.     Menerapkan kegiatan yang perlu dan tidak perlu ditempuh
 



II Pengembangan Alat Evaluasi
1. Menentukan jenis tes yang akun digunakan
    menilai ketercapaian tujuan
2. Menyusun item soal untuk menilai setiap 
      tujuan
3. Berbentuk tingkah laku
4. Hanya ada satu tingkah laku

 




IV Pengembangan Program Kegiatan
1.     Merumuskan materi pelajaran
2.     Menetapkan metode yang digunakan
3.     Memilih alat dan sumber belajar yang dipakai
4.     Menyusun jadwal
 




V Pelaksanaan
1.     Mengadakan pre tes
2.     Mengampaikan materi pelajaran
3.     Mengadakan postes
4.     Perbaikan
 







































Dikirim oleh  Kelompok IV 
Tugas Mata Kuliah Perencanaan dan desain Pembelajaran
Nama Anggota : 1. Jubaidah
                                                 2. Nurwahidah Ilyas
           3. Ma’ani
           4. Enarti
           5. Abdul Gafar
           6. Laisya





Selasa, 29 November 2011

Pendekatan Open Ended Problem


a.      Pengertian Pendekatan Open-Ended
Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
a.       Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
b.      Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
c.     Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
            Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.
b.      Mengkonstruksi Masalah Open-Ended
Menurut Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
ü      Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
ü      Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
ü      Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
ü      Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
ü      Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
ü      Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.
c.       Menyusun Rencana Pendekatan Open-Ended
Apabila guru telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah:
1)       Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?
Masalah Open-Ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.
2)       Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?
Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-Ended, mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah pemikiran siswa.
3)       Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:
1)      Tuliskan respon siswa yang diharapkan.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah. Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.
2)      Tujuan dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.
Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-Ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
3)      Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa
Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh karena masalah Open-Ended memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.
4)      Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu
Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karea terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
5)      Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.
Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended.
d. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Keunggulan Pendekatan Open-Ended
    Pendekatan Open-Ended ini menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa keunggulan antara lain:
a.   Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
b.   Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
c.    Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
d.    Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
e.    Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Kelemahan Pendekatan Open-Ended
            Disamping keunggulan, menurut Suherman, dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended, diantaranya:
a.    Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
b.    Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
c.     Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
d.     Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.
Daftar Pustaka
Di copy dari www.psb-psma.org. tugasnya kelompok 4, M. Salahudin, Aden Irawan, Mustakim, M.Aula, Fatimah, lukman, Imam Algazali.